Kahlil Gibran lahir pada tanggal 6 Januari 1883 di Beshari, Lebanon. Beshari
sendiri merupakan daerah yang kerap disinggahi badai, gempa serta petir. Tak
heran bila sejak kecil, mata Gibran sudah terbiasa menangkap fenomena-fenomena
alam tersebut. Inilah yang nantinya banyak mempengaruhi tulisan-tulisannya
tentang alam.
Pada usia 10 tahun, bersama ibu dan kedua adik perempuannya, Gibran pindah
ke Boston, Amerika Serikat. Tak heran bila kemudian Gibran kecil mengalami
kejutan budaya, seperti yang banyak dialami oleh para imigran lain yang
berhamburan datang ke Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Keceriaan Gibran
di bangku sekolah umum di Boston, diisi dengan masa akulturasinya maka bahasa
dan gayanya dibentuk oleh corak kehidupan Amerika. Namun, proses Amerikanisasi
Gibran hanya berlangsung selama tiga tahun karena setelah itu dia kembali ke
Bairut, di mana dia belajar di Madrasah Al-Hikmat (School of Wisdom) sejak
tahun 1898 sampai 1901.
Selama awal masa remaja, visinya tentang tanah kelahiran dan masa depannya
mulai terbentuk. Tirani kerajaan Ottoman, sifat munafik organisasi gereja, dan
peran kaum wanita Asia Barat yang sekadar sebagai pengabdi, mengilhami cara
pandangnya yang kemudian dituangkan ke dalam karya-karyanya yang berbahasa
Arab.
Gibran meninggalkan tanah airnya lagi saat ia berusia 19 tahun, namun
ingatannya tak pernah bisa lepas dari Lebanon. Lebanon sudah menjadi
inspirasinya. Di Boston dia menulis tentang negerinya itu untuk mengekspresikan
dirinya. Ini yang kemudian justru memberinya kebebasan untuk menggabungkan 2
pengalaman budayanya yang berbeda menjadi satu.
Gibran menulis drama pertamanya di Paris dari tahun 1901 hingga 1902.
Tatkala itu usianya menginjak 20 tahun. Karya pertamanya, "Spirits
Rebellious" ditulis di Boston dan diterbitkan di New York, yang berisi
empat cerita kontemporer sebagai sindiran keras yang meyerang orang-orang korup
yang dilihatnya. Akibatnya, Gibran menerima hukuman berupa pengucilan dari
gereja Maronite. Akan tetapi, sindiran-sindiran Gibran itu tiba-tiba dianggap
sebagai harapan dan suara pembebasan bagi kaum tertindas di Asia Barat.
Masa-masa pembentukan diri selama di Paris cerai-berai ketika Gibran
menerima kabar dari Konsulat Jendral Turki, bahwa sebuah tragedi telah
menghancurkan keluarganya. Adik perempuannya yang paling muda berumur 15 tahun,
Sultana, meninggal karena TBC.
Gibran segera kembali ke Boston. Kakaknya, Peter, seorang pelayan toko yang
menjadi tumpuan hidup saudara-saudara dan ibunya juga meninggal karena TBC. Ibu
yang memuja dan dipujanya, Kamilah, juga telah meninggal dunia karena tumor
ganas. Hanya adiknya, Marianna, yang masih tersisa, dan ia dihantui trauma
penyakit dan kemiskinan keluarganya. Kematian anggota keluarga yang sangat
dicintainya itu terjadi antara bulan Maret dan Juni tahun 1903. Gibran dan
adiknya lantas harus menyangga sebuah keluarga yang tidak lengkap ini dan
berusaha keras untuk menjaga kelangsungan hidupnya.
Di tahun-tahun awal kehidupan mereka berdua, Marianna membiayai penerbitan
karya-karya Gibran dengan biaya yang diperoleh dari hasil menjahit di Miss
Teahan's Gowns. Berkat kerja keras adiknya itu, Gibran dapat meneruskan karier
keseniman dan kesasteraannya yang masih awal.
Pada tahun 1908 Gibran singgah di Paris lagi. Di sini dia hidup senang
karena secara rutin menerima cukup uang dari Mary Haskell, seorang wanita
kepala sekolah yang berusia 10 tahun lebih tua namun dikenal memiliki hubungan
khusus dengannya sejak masih tinggal di Boston. Dari tahun 1909 sampai 1910,
dia belajar di School of Beaux Arts dan Julian Academy. Kembali ke Boston,
Gibran mendirikan sebuah studio di West Cedar Street di bagian kota Beacon
Hill. Ia juga mengambil alih pembiayaan keluarganya.
Pada tahun 1911 Gibran pindah ke kota New York. Di New York Gibran bekerja
di apartemen studionya di 51 West Tenth Street, sebuah bangunan yang sengaja
didirikan untuk tempat ia melukis dan menulis.
Sebelum tahun 1912 "Broken Wings" telah diterbitkan dalam Bahasa
Arab. Buku ini bercerita tentang cinta Selma Karami kepada seorang muridnya.
Namun, Selma terpaksa menjadi tunangan kemenakannya sendiri sebelum akhirnya
menikah dengan suami yang merupakan seorang uskup yang oportunis. Karya Gibran
ini sering dianggap sebagai otobiografinya.
Pengaruh "Broken Wings" terasa sangat besar di dunia Arab karena
di sini untuk pertama kalinya wanita-wanita Arab yang dinomorduakan mempunyai
kesempatan untuk berbicara bahwa mereka adalah istri yang memiliki hak untuk
memprotes struktur kekuasaan yang diatur dalam perkawinan. Cetakan pertama
"Broken Wings" ini dipersembahkan untuk Mary Haskell.
Gibran sangat produktif dan hidupnya mengalami banyak perbedaan pada
tahun-tahun berikutnya. Selain menulis dalam bahasa Arab, dia juga terus
menyempurnakan penguasaan bahasa Inggrisnya dan mengembangkan kesenimanannya.
Ketika terjadi perang besar di Lebanon, Gibran menjadi seorang pengamat dari
kalangan nonpemerintah bagi masyarakat Syria yang tinggal di Amerika.
Ketika Gibran dewasa, pandangannya mengenai dunia Timur meredup. Pierre
Loti, seorang novelis Perancis, yang sangat terpikat dengan dunia Timur pernah
berkata pada Gibran, kalau hal ini sangat mengenaskan! Disadari atau tidak,
Gibran memang telah belajar untuk mengagumi kehebatan Barat.
Sebelum tahun 1918, Gibran sudah siap meluncurkan karya pertamanya dalam
bahasa Inggris, "The Madman", "His Parables and Poems".
Persahabatan yang erat antara Mary tergambar dalam "The Madman".
Setelah "The Madman", buku Gibran yang berbahasa Inggris adalah
"Twenty Drawing", 1919; "The Forerunne", 1920; dan
"Sang Nabi" pada tahun 1923, karya-karya itu adalah suatu cara agar
dirinya memahami dunia sebagai orang dewasa dan sebagai seorang siswa sekolah
di Lebanon, ditulis dalam bahasa Arab, namun tidak dipublikasikan dan kemudian
dikembangkan lagi untuk ditulis ulang dalam bahasa Inggris pada tahun 1918-1922.
Sebelum terbitnya "Sang Nabi", hubungan dekat antara Mary dan
Gibran mulai tidak jelas. Mary dilamar Florance Minis, seorang pengusaha kaya
dari Georgia. Ia menawarkan pada Mary sebuah kehidupan mewah dan mendesaknya
agar melepaskan tanggung jawab pendidikannya. Walau hubungan Mary dan Gibran
pada mulanya diwarnai dengan berbagai pertimbangan dan diskusi mengenai
kemungkinan pernikahan mereka, namun pada dasarnya prinsip-prinsip Mary selama
ini banyak yang berbeda dengan Gibran. Ketidaksabaran mereka dalam membina
hubungan dekat dan penolakan mereka terhadap ikatan perkawinan dengan jelas
telah merasuk ke dalam hubungan tersebut. Akhirnya Mary menerima Florance
Minis.
Pada tahun 1920 Gibran mendirikan sebuah asosiasi penulis Arab yang
dinamakan Arrabithah Al Alamia (Ikatan Penulis). Tujuan ikatan ini merombak
kesusastraan Arab yang stagnan. Seiring dengan naiknya reputasi Gibran, ia
memiliki banyak pengagum. Salah satunya adalah Barbara Young. Ia mengenal
Gibran setelah membaca "Sang Nabi". Barbara Young sendiri merupakan
pemilik sebuah toko buku yang sebelumnya menjadi guru bahasa Inggris. Selama 8
tahun tinggal di New York, Barbara Young ikut aktif dalam kegiatan studio
Gibran.
Gibran menyelesaikan "Sand and Foam" tahun 1926, dan "Jesus
the Son of Man" pada tahun 1928. Ia juga membacakan naskah drama
tulisannya, "Lazarus" pada tanggal 6 Januari 1929. Setelah itu Gibran
menyelesaikan "The Earth Gods" pada tahun 1931. Karyanya yang lain
"The Wanderer", yang selama ini ada di tangan Mary, diterbitkan tanpa
nama pada tahun 1932, setelah kematiannya. Juga tulisannya yang lain "The
Garden of the Propeth".
Pada tanggal 10 April 1931 jam 11.00 malam, Gibran meninggal dunia. Tubuhnya
memang telah lama digerogoti sirosis hati dan TBC, tapi selama ini ia menolak
untuk dirawat di rumah sakit. Pada pagi hari terakhir itu, dia dibawa ke St.
Vincent's Hospital di Greenwich Village.
Hari berikutnya Marianna mengirim telegram ke Mary di Savannah untuk
mengabarkan kematian penyair ini. Meskipun harus merawat suaminya yang saat itu
juga menderita sakit, Mary tetap menyempatkan diri untuk melayat Gibran.
Jenazah Gibran kemudian dikebumikan tanggal 21 Agustus di Ma Sarkis, sebuah
biara Carmelite di mana Gibran pernah melakukan ibadah.
Sepeninggal Gibran, Barbara Younglah yang mengetahui seluk-beluk studio,
warisan dan tanah peninggalan Gibran. Juga secarik kertas yang bertuliskan,
"Di dalam hatiku masih ada sedikit keinginan untuk membantu dunia Timur,
karena ia telah banyak sekali membantuku."